Tuesday, August 14, 2007

Bergaya dengan ”Skateboard”

KALAU ada permainan yang bisa juga disebut olah raga, seni, hobi, dan sekaligus alat transportasi, skateboarding bisa dibilang salah satunya. Meski permainannya hanya menggunakan papan dengan panjang 30-32 inci dan lebar 7-10 inci, kesemua unsur-unsur itu memang bisa dipenuhi dalam skateboarding.

Dalam beberapa catatan, permainan ini juga populer digolongkan dalam extreme sport. Namun di Amerika Serikat, para pemainnya sendiri banyak yang tidak sepakat dengan penggolongan itu karena skateboarding bisa juga dianggap pertunjukan seni bila melihat sisi kreatifnya.

Sisi kreatif itulah yang membuat permainan skateboard diwarnai banyak trik atau manuver. Dari yang awalnya hanya manuver dua dimensi, sekarang triknya sudah semakin dikembangkan sehingga lebih banyak lagi jumlahnya.

Hal itu pun membuat para pemainnya bukan sekadar menganggap skateboarding sebagai permainan, tapi juga "gaya". Seperti yang dituturkan Roni (23), seorang mahasiswa asal Bandung yang biasa dipanggil Plok.

"Ini termasuk olah raga dan style. Tapi yang penting tekniknya sudah menguasai karena gaya itu biasanya ngikutin. Kalau soal gaya, kita bisa melihat dari video dan memerhatikan orang-orang lain yang main," ucap Roni yang pernah menjadi juara 2 kompetisi citysurf pada tahun 1999 di Jakarta.

Kreativitas melakukan trik dan menciptakan gaya pun tentunya bukan sekadar muncul, tapi membutuhkan pemikiran yang tajam. "Yang dipacu dari skateboarding memang bukan power, tapi pikiran juga terpacu," ucap Firman Boesly (24), pemain skate asal Bandung yang sudah memasuki kualifikasi pro.

Dengan pacuan pikiran itu, Firman pun merasakan kepuasan bermain skate adalah saat berhasil melakukan trik. Itu juga sekaligus menjadi kesulitan yang sering terjadi dalam bermain skateboard.

"Sulitnya ya mencoba trik, tapi jatuh-jatuh terus, nggak pernah landing mulus. Tapi, kepuasan yang paling nikmat di dunia di atas kenikmatan lain adalah begitu mengulik satu trik baru dan bisa landing," tutur Firman yang juga merupakan wiraswasta dalam bidang garmen.

Saat mencoba-coba itulah, cedera kerap kali terjadi. Firman menceritakan ia sudah pernah tergores, kulitnya sobek, salah urat, dan lainnya meski tidak ada yang terlalu fatal.

Roni bahkan merasakan yang lebih fatal. "Saya sudah pernah patah tulang tiga kali di tangan. Pergelangan kaki juga sudah pernah. Sudah sering lha pokoknya. Teman-teman lain juga ngalamin, malahan ada yang sampai kepalanya berdarah," ucapnya.

**

AKHIR dekade 1980-an, permainan yang muncul sejak tahun 1950-an di California AS itu, mulai populer di Kota Bandung. Itu bisa dilihat dengan adanya skatepark di Taman Lalu Lintas, Jln. Belitung, Bandung sejak tahun 1987. Komunitas pemain skateboard pun akhirnya terbentuk di sana.

Sarana para skaters untuk bermain tidak banyak. Saat skatepark di Taman Lalu Lintas tutup tahun 1998, penggantinya muncul di Jln. Tera sampai tahun 2001. Kemudian, muncullah Buqit Skatepark di Gegerkalong dari 2001 sampai sekarang. Dan, sejak 2006, skatepark pun dibuat di kawasan 18th Park, Jln. L.L.R.E. Mar
tadinata Bandung.

Karena keterbatasan tempat, pemain di Bandung memang lebih banyak yang tergolong dalam street skating, yaitu menggunakan jalan, kawasan parkir, trotoar, dan lainnya untuk menjadi tempat bermain.

Misalnya saja yang di Gedung Sate, Lapangan Tegallega, dan kawasan Jln. Ganesha Bandung. Bahkan di beberapa universitas, banyak juga mahasiswa yang menggunakan koridor kampus sampai akhirnya dilarang.

Dengan gaya street skating itu, penyebaran ketertarikan untuk melakukan permainan yang awalnya disebut sidewalk surfing itu terus berlangsung. Biasanya, itu terjadi dalam lingkungan pertemanan atau menurun dari seseorang ke adik-adiknya.

"Saya sudah enam tahun main skate. Awalnya ikutan teman," kata Dimas (27) yang sering bermain dengan miniramp di Lapangan Saparua. Sementara, Firman Boesly yang sudah bertanding dalam tingkat Asia Pasifik memulai hobinya pada tahun 1992 karena sering melihat kakaknya bermain skateboard.

"Saat sudah mulai tertarik, dulu saya sering pinjam papan kakak. Kami bersaudara ada tiga orang yang bermain skate, jadi satu papan dipakai bertiga," tuturnya.

Begitu juga awal mula Lega Manggala Putra (20) memasuki dunia skateboarding. Mahasiswa jurusan Desain Grafis Universitas Widyatama itu pun mengetahui skateboard dari kakaknya meski kebanyakan teman-temannya mulai menyukai skateboard dalam pergaulan antarteman.

DENGAN semakin banyak jumlahnya dan masing-masing pemain semakin serius menjadi pemain. Berbagai pertandingan pun mulai diselenggarakan di Bandung dalam skala lokal, regional, maupun nasional. Dalam berbagai kompetisi itu, pemain Bandung pun sanggup menggeser kekuatan para skaters dari Jakarta.

Firman mengatakan, ia selalu menjadi juara 1 dan 2 dalam kompetisi nasional yang diselenggarakan Indonesia Skatebording Association (ISA) sepanjang tahun 2000 sampai 2005.

"Seluruhnya ada sekitar 35 piala dari skateboard," tutur Firman. Indra Gandhi yang populer dipanggil Domdom pun menjadi pemain Bandung yang berprestasi di kompetisi nasional. Indra menuturkan, dalam kompetisi ISA 2006, ia berhasil menyabet juara 2 dalam kelas advance.

Firman pun telah mengukir prestasi dalam berbagai pertandingan di kawasan Asia Pasifik. Ia mengatakan, dirinya masuk dalam 10 besar saat pertandingan X Games di Taiwan yang berskala Asia. Dalam kompetisi lokal di Singapura Februari lalu, ia pun berhasil menjadi juara 2.

Menurut Indra Gandhi (22), demi perkembangan skateboard, pemerintah seharusnya memberi dukungan seperti yang ia lihat saat pertandingan di Samarinda Kalimantan Timur. Di sana, kata Indra, pemerintahnya telah membangun skatepark untuk komunitas skaters.

"Dengan fasilitas yang makin banyak, otomatis semakin banyak yang main skateboard. Dan, kalau banyak yang main, otomatis juga akan muncul banyak talent-talent baru," katanya. (Vebertina Manihuruk/"PR"/Astri/Emma)***

Diambil dari Pikiran Rakyat Edisi Cetak - Selasa, 06 Maret 2007